Pasti lo punya satu teman yang perannya itu sebagai “badut” kelas, yang suka ngelawak dan bikin ketawa orang lain. Banyak yang bilang kalau biasanya orang paling lucu itu adalah orang yang paling tersakiti sebenarnya, namanya sad clown paradox.
Sad clown paradox menjelaskan hubungan antara orang-orang yang humoris dengan kondisi kesehatan mental seperti anxiety dan depresi.
Psychology Today menjelaskan buku “ Pretend the World Is Funny and Forever: A Psychological Analysis of Comedians, Clowns, and Actors,” oleh Seymour and Rhoda Fisher mengeksplorasi karakteristik depresi di kalangan para penampil.
Mereka menemukan bahwa orang-orang yang paling lucu sering berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah, dan mungkin berperan sebagai “badut kelas” di sekolah sebagai cara untuk mengatasi stres dan kecemasan.
Dalam perbandingan, komika atau pelawak menghadapi lebih banyak kesulitan pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan para aktor.
Ada juga tren terhadap hubungan orang tua, dimana para pelawak punya hubungan yang lebih positif dengan ayah mereka, sementara, ibu mereka sering digambarkan sebagai sosok yang kritika, agresif, dan meternal.
Humor sering dianggap sebagai kekuatan karakter. Selain itu, psikologi juga mencatat humor bisa membuat orang lain merasa lebih baik, untuk mendekatkan diri dengan orang, atau membantu mengatasi stres.
Dapat disimpulkan juga kalau sense of humor yang terasah dengan baik berasal dari masa lalu yang rumit, sebagai cara untuk mengatasinya. Tapi tetap aja, humor itu gak selalu mengurangi beban mental masa lalu.
Fenomena sad clown paradox ini mengingatkan kalau teman kita yang paling lucu, ceria, dan humoris mungkin butuh seseorang buat bersandar juga.