Current Affairs

Mandi Lumpur Termasuk Konten Poverty Porn, Apaan tuh?

Lo pasti tau yang sekarang lagi ramai tentang orang tua yang live di TikTok, lagi mandi lumpur. Atau mungkin Lo pernah ngasi gift juga? Sebenarnya konten Poverty porn semacam itu sudah lama ada.

Mulai dari televisi, Youtube, sekarang konten Poverty porn mulai menjamur sampai TikTok.

Dulu di TV banyak siaran yang menayangkan tentang rumah-rumah orang kurang mampu, lalu dirombak, diberikan uang, dan lain sebagainya. 

Ada juga yang memberikan uang untuk dibelanjakan dalam kurun waktu tertentu, atau diminta menceritakan kisah hidupnya lalu diberikan uang. Biasanya ditambahkan musik-musik melow yang bikin lebih sedih.

Setelah TV, gak sedikit para selebritas turun ke Youtube dan berlomba-lomba untuk jadi viral dengan membuat konten Poverty porn.

Dari tadi ngomongin Poverty porn, sebenarnya apa, sih itu?

Dilansir dari cxomedia.id, Poverty porn adalah ketika kemiskinan dieksploitasi oleh media dengan tujuan mendatangkan simpati audiens. Mereka menjual konten sedih demi rating.

Kemiripan konten Poverty porn adalah mereka menjadikan orang kurang mampu sebagai subjek utama.

Dinamakan poverty porn juga karena ada kemiripannya dengan porn atau pornografi. Kalau porn menjual imajinasi seks, maka Poverty porn menjual imajinasi tentang kemiskinan.

Istilah ini mulai dikenal tahun 80-an waktu diselenggarakan konser amal Live Aid di Inggris. Banyak musisi dunia yang ikut serta membantu galang dana buat Ethiopia yang sedang dilanda kelaparan.

Masalahnya, banyak media promosi menggunakan foto-foto anak Ethiopia yang menderita kelaparan. Buat apa? Ya tentu biar warga Inggris pada simpati dan terdorong untuk berdonasi. 

Taktik mereka mungkin bisa dibilang berhasil, tapi juga banyak dikritik karena “menjual” penderitaan orang-orang lain.

Pakar komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Angga Prawadika, juga menanggapi fenomena ini.

Menurutnya, banyak konten kreator membuat konten Poverty porn untuk mendapatkan popularitas, dimana popularitas, atau menjadi viral bisa menghasilkan uang.

Sampai-sampai para konten kreator itu lupa dengan nilai moral dan etika.

Fenomena Poverty porn yang udah menjamur sampai TikTok ini juga punya konsekuensi.

Pertama, audiens yang menyaksikan konten itu akan berfikir kalau apa yang ditontonnya adalah satu-satunya jenis kemiskinan di dunia. Padahal, masih banyak jenis kemiskinan lain, yang mungkin jarang muncul ke permukaan.

Kedua, membuat konten kemiskinan menjadi sensasi atau tren juga akan menurunkan awareness orang-orang untuk berfikir lebih kritis tentang kenapa subjek bisa hidup dalam kemiskinan.

Gak dipungkiri konten eksploitasi kemiskinan bisa kita temukan dengan sangat mudah. Di berbagai platform. Setiap hari.

Walaupun mungkin menurut beberapa orang tujuannya baik, tapi kalau mau kasi rejeki ke orang yang kurang mampu, bisa lewat cara yang lebih bermoral, selian menjadikan mereka subjek konten buat viral, dapat followers, viewers, atau rating tinggi.

Salah satu cara untuk menghentikan ini adalah jangan jadi konten kreator yang mengeksploitas kemiskinan, atau yang memanfaatkan penderitaan orang lain demi keuntungan diri sendiri.

Selain itu, para konten kreator Poverty porn sudah seharusnya gak dikasi panggung. Dan satu lagi, berhenti kasi giftgift di TikTok.

Makin Lo kasi gift, yang bisa ditukarkan dengan uang, maka masalah ini akan tumbuh lebih subur lagi. Bisa jadi hal yang akan mereka lakukan besok-besok bakal lebih ekstrim untuk dapat perhatian publik dan menarik simpati. Belum lagi sekarang banyak platform yang bisa jadi wadah para pelaku konten Poverty porn.

Yuk, jadi audiens yang lebih bijak.

Related posts
Current AffairsMusic

Coldplay Konsisten Dukung Palestina Sejak 2011

Current AffairsLifestyle

Mindblown Toys yang Sold Out di Comic Con Indonesia Hadir Kembali

Current AffairsLifestyle

KAWS: HOLIDAY Indonesia, Sang Seniman Sempat Berkunjung ke Art Jog 2023

Current Affairs

Mattel Cari Orang Buat Main Uno, Bayarannya Rp 270 Juta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *