Masih ingat, soal petisi Canggu yang viral beberapa minggu lalu? Penasaran gimana kondisi Canggu sekarang?
Gue mewawancarai Beby (28), seorang karyawan swasta di Bali yang mengonfirmasi kalau Canggu, Bali, memang seramai, seberisik, dan semacet itu.
Beby sudah tinggal di Canggu selama 6 tahun dan merasakan perubahan sebelum dan sesudah bar-bar di Canggu keroyokan seperti sekarang.
Kenapa Canggu Sangat Crowded?
Sebelum pandemi COVID-19, Canggu hanya berisi beberapa beach club besar yang terletak di pinggir pantai.
Nah, pasca COVID-19, perkembangan bar-bar di Canggu semakin out of control.
Kalau gitu, kenapa bar-bar di Canggu gak di buka aja sebelum COVID-19? Kenapa harus setelah pandemi?
Ternyata, saat sebelum pandemi, banyak tuan tanah yang enggan untuk menjual tanah mereka. Namun, waktu pandemi COVID-19 melanda Indonesia, mereka terpaksa menjual tanah mereka.
Tanah-tanah yang terjual akhirnya digunakan untuk membangun beach club dan bar-bar baru.
Dampak banyaknya bar-bar di Canggu jelas menganggu warga sekitar yang tinggal disana. Apalagi banyak club dan bar yang bersebelahan dengan rumah atau vila.
Gak ada fly over, akses jalan menuju Canggu terbatas, minimnya lahan parkir, dan kecilnya jalan-jalan di Canggu juga memperparah kemacetan.
Terus Gimana Nasib Petisi “End Extreme Noise in Canggu”?
Banyaknya bar-bar Canggu yang beroperasi 24 jam membuat kebisingan yang luar biasa, hingga warga lokal Bali membuat petisi “End Extreme Noise in Canggu”.
Petisi itu mengklaim kalau bar-bar di Canggu menyebabkan gangguan suara yang keras setiap malam, hingga tidak memungkinkan untuk tidur dengan tenang.
Petisi Canggu akhirnya sampai kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno yang pada akhirnya ikut turun tangan mengunjungi Canggu bersama Wakil Gubenur Bali, Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati.
Sayangnya hingga saat ini belum ada perubahan yang terjadi di Canggu terkait banyaknya bar dan kebisingan yang terjadi di Canggu.
“Jadi menurut aku untuk sekian puluh ribu orang yang tinggal di Canggu itu, a half of it sekarang itu adalah anak-anak rantau. Anak-anak lokal Indonesia yang rantau, yang WFH lah istilahnya, work from Bali, gitu. Belum ada apa-apa karena memang kurang juga, sih, untuk ngereach targetnya.” Kata Beby saat diwawancarai pada 28 September 2022.
Kurangnya warga lokal Canggu mungkin menjadi salah satu penyebab kenapa petisi End Extreme Noise in Canggu belum digubris hingga sekarang.