Pernah gak lo baca-baca atau ketemu konten zodiak di sosial media, dan lo merasa itu lo banget? Atau lo baca sesuatu dan lo merasa itu dibuat khusus untuk lo doang? Kalau iya, mungkin lo kena Barnum Effect atau Barnum-Forer Effect.
Barnum Effect adalah kondisi psikologi dimana seseorang percaya personalitas yang dideskripsikan itu spesial buat mereka. Contohnya pas lo baca zodiak, lo merasa relate banget, seakan itu spesial buat lo.
Padahal zodiak bersifat masal, umum, dan kebanyakan bisa diaplikasikan ke semua orang. Tapi lo gak bisa gak ke-geeran sendiri.
Awalnya Barnum Effect disebut sebagai Fallacy of Personal Validation, oleh Bertram Forer, peneliti pertama yang meneliti soal fenomena ini.
Tahun 1956, seorang psikolog Paul Meehl menciptakan istilah Barnum Effect dalam esainya “Wanted – A Good Cookbook”. Lo pasti familiar dengan nama Barnum kalo nonton film “The Greatest Showman” yang terinspirasi dari hidup P.T Barnum.
Phineas T. Barnum adalah orang Amerika Sekitar yang sangat terkenal di abad ke-19. Ia adalah seorang pebisnis, politikus, dan punya kelompok sirkus seperti yang lo lihat di film “The Greatest Showman”.
Barnum mengatakan “sucker is born every minute”. Semua orang mudah tertipu dan mau memercayai apapun yang dikatakan pada mereka.
Dalam kelompok sirkus Barnum itu, ia suka menyebarkan hoax, misalnya memperlihatkan kerangka putri duyung, yang padahal adalah kerangka monyet disatukan dengan ekor ikan. Ia juga akan menampilkan orang-orang di grup sirkusnya yang memiliki postur tubuh aneh, lalu mengarang-ngarang cerita. Tapi banyak yang percaya dengan cerita bohongnya.
Profesor Bertram R. Forer juga pernah melakukan eksperimen terhadap murid-muridnya pada 1948. Ia memberikan personality test kepada mereka dan mengklaim tiap survei akan dianalisis.
Setelah itu, murid-muridnya diberikan umpan balik penilaian kepribadian individual. Tapi instead of menganalisis setiap tes, Bertram memberikan beberapa pernyataan bersifat umum seperti: “lo memiliki kebutuhan besar agar orang lain menyukai dan mengagumi lo,” “lo telah menemukan bahwa tidak bijaksana untuk terlalu jujur dalam mengungkapkan diri kepada orang lain,” dan “lo cenderung bersikap kritis terhadap diri sendiri” kepada murid-murid itu.
Para siswa pun diminta untuk mengevaluasi hasil umpan balik kepribadian mereka dengan memberikan nilai 0-5, 0 berarti sangat tidak akurat, 5 berarti sangat akurat.
Menariknya, para siswa memberikan rata-rata nilai 4,26. Angka yang cukup gede, kan? Padahal tanpa mereka sadari itu hanyalah pernyataan umum, random, dan gak berdasarkan kepribadian mereka masing-masing. Tapi bagaimanapun mereka tetap percaya dan menilai pernyataan umum itu akurat.