Resesi seks kian banyak melanda negara Asia, terutama Jepang dan Korea Selatan. Apakah Indonesia juga dihantui dengan masalah ini?
Angka kelahiran di Jepang pada 2021 adalah 811.604, yang merupakan angka terendah sejak pertama kali jumlah kelahiran dicatat tahun 1899.
Jumlah kelahiran yang lebih sedikit dibandingkan jumlah kematian membuat pemerintah Jepang menyebut negaranya sedang dalam “situasi kritis.”
Sementara itu, Korea Selatan juga mencapai titik terendah angka kelahiran sepanjang masa, yakni sebanyak 193.000 tahun 2021.
Kedua negara telah melakukan berbagai upaya untuk menghadapi resesi ini.
Jepang
Pemerintah Jepang telah menawarkan subsidi pembelian rumah bagi keluarga yang mengasuh anak.
Program ini telah dijalankan sejak November 2021 dan dengan total anggaran mencapai 54,2 miliar yen atau sekitar Rp6 trilliun.
Bukan cuma, itu, pemerintah Jepang juga memberikan subsidi keselamatan anak sebesar Rp1 juta yen, atau sekitar Rp11,3 juta per unit rumah.
Dana subsidi keselamatan ini akan digunakan untuk pemasangan alat-alat keselamatan di rumah, seperti pegangan untuk mencegah jatuh, hingga pintu yang super aman.
Dilansir dari Kompas.com, hal ini dilakukan karena menurut Pusat Urusan Konsumen Nasional Jepang, sebanyak 70% anak dibawah 12 tahun mengalami kecelakaan di rumah.
Korea Selatan
Gak hanya Jepang yang berusaha membalikkan kondisi ini, Korea Selatan juga tengah mengalami krisis.
Menurut laporan dari Bloomberg, setelah mencapai titik kelahiran terendah, pemerintah Korea Selatan akan memberikan tunjangan bulanan sebesar 1 juta won atau sekitar Rp11,7 juta bagi anak yang baru lahir.
Subsidi ini akan diturunkan secara bertahap.
Awalnya, para orang tua akan diberikan subsidi sebesar Rp8,24 juta sebulan, dan kemudian meningkat ke jumlah penuh pada 2024.
Kemudian, setelah anak berusia 1 tahun, subsidi akan dikurangi setengahnya, lalu berjalan selama 1 tahun lagi.
Subsidi ini dikenal dengan “gaji orangtua” di Korea Selatan.
Indonesia
Kalau begitu, apa benar Indonesia akan mengalami resesi seks juga seperti Jepang dan Korea Selatan?
Hasto Wardoyo, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menanggapi hal ini dengan mengatakan kalau resesi seks bisa saja terjadi di Indonesia.
Namun, prosesnya masih panjang dan gak akan terjadi dalam waktu dekat.
Selain itu, menurut Hasto masyarakat Indonesia masih suka menikah dan kebanyakan dari mereka bertujuan untuk memiliki anak.
Meskipun begitu, ia juga menyadari banyak masyarakat Indonesia yang muali menunda pernikahan dan punya anak, terutama di kota-kota besar.
Resesi seks gak dipungkiri terjadi karena semakin banyak masyarakat Indonesia, terutama perempuan yang mau fokus berkarier, mengejar pendidikan, pengalaman, dan masih banyak lagi.
Kesetaraan gender juga menjadi alasan penundaan pernikahan terjadi di Indonesia.
Partisipasi perempuan di dunia pendidikan dan pekerjaan terus meningkat, which is good.
Dulu, perempuan masih sangat dibatasi oleh budaya patriarki yang menyebar luas di Indonesia.
Meski budaya itu gak sepenuhnya hilang, tapi banyak perempuan yang terus maju dan pemberdayaan perempuan seperti ini yang mendorong masyarakat untuk meninggalkan nilai tradisional yang menitikberatkan value perempuan pada menjadi ibu rumah tangga, menikah, dan semacamnya.
Idealisme hipergami juga membuat orang Indonesia jadi susah menemukan pasangan untuk menikah.
Idealisme hipergami adalah dimana peran laki-laki lebih menonjol dalam rumah tangga.
Dengan perempuan yang semakin maju, dari status sosial atau jenjang karier, maka semakin tinggi pula standar perempuan dalam menemukan pasangan.
Intinya, semakin sedikit calon pasangan yang memenuhi kriteria. Lo pasti juga mau pasangan yang terbaik, dong, buat diri Lo sendiri. Atau senggaknya pasangan yang setara dengan Lo.
Jadi, apakah menurut Lo Indonesia bakal resesi seks juga?